Sabtu, 09 Maret 2013

Jangan Abaikan Kesempatan!

Lukas 16:19-23

Ada seorang pria yang duduk dan memainkan biola di sebuah stasiun kereta api bawah tanah di Washington, Amerika. Saat itu sedang musim dingin, di suatu pagi pada bulan Januari. Pagi hari seperti biasanya tempat itu sangat ramai, di mana ribuan orang lewat di depannya yang sedang menuju ke tempat kerja masing-masing. Pria ini memainkan biola dari 6 lagu selama 45 menit. Setelah 3 menit ia bermain, seorang laki-laki separuh baya menengok ke arah pemain biola ini dan berhenti, namun beberapa detik kemudian ia segera pergi. Sepuluh menit kemudian pemain biola ini baru mendapatkan $1 dari seorang ibu yang melemparkan koin ke kotak uang di depannya. Ibu ini tidak berhenti ataupun menengok ke arahnya sama sekali. Setelah beberapa menit kemudian, seorang laki-laki berhenti dan sepertinya ia tertarik untuk mendengarkan permainannya, tetapi kemudian ia melihat jam dan pergi juga. Ia terlihat sedang terburu-buru ke tempat tujuannya.

Lalu, ada seseorang yang memerhatikan pemain biola ini dengan serius, yaitu seorang anak berusia 3 tahun. Pandangannya terus tertuju ke pemain biola. Namun, ibunya terus memaksa dan menarik tangannya agar berjalan cepat. Walaupun demikian sambil berjalan, anak kecil itu terus menoleh ke belakang. Beberapa anak lainnya juga demikian, namun tetap diseret orang tua mereka. Dalam 45 menit ia bermain biola, hanya beberapa orang yang berhenti dan mendengarkan untuk beberapa saat kemudian segera pergi, dan hanya sekitar 20 orang yang memberinya uang sambil berlalu. Setelah selesai, pemain biola ini mengumpulkan koin-koin itu dan totalnya senilai $32 untuk pertunjukannya selama 45 menit.

Kemudian ia memerhatikan sekelilingnya, tidak satu orang pun yang menaruh perhatian apalagi bertepuk tangan. Tidak seorang pun yang memuji permainan biolanya. Bahkan, tidak ada seorang pun mengenalnya bahwa si pemain biola itu adalah Joshua Bell, yaitu salah satu pemusik terbaik dunia. Padahal belum lama ini Joshua memainkan sebuah lagu dengan biolanya dengan bayaran hingga $3.5 juta, setara 35 milyar rupiah, yaitu 2 hari sebelum ia memainkan biolanya di stasiun kereta bawah tanah ini. Semua karcis dengan harga $100 terjual habis pada waktu itu. Orang-orang sama sekali tidak sadar bahwa harga karcis sebesar $100 itu tidak perlu mereka keluarkan lagi, karena mereka dapat menikmati permainan biolanya dengan gratis. Mereka tidak menyadari bahwa idola mereka sedang duduk dan melihat apakah ada dari mereka yang memberikan pujian atau mengenalinya.

Sering kali kita seperti orang-orang tersebut, selalu mengabaikan hal-hal yang sebenarnya berharga. Kita terlalu fokus pada urusan sendiri dan tidak mau berhenti sejenak untuk melihat sekitar kita sehingga kesempatan emas itu lewat begitu saja. Terlalu sibuk dengan urusan yang lain sehingga kita tidak dapat melihat kesempatan berharga yang Tuhan berikan. Kadang kita perlu berhenti sejenak untuk memerhatikan dan melihat kesempatan itu.

^_^*
"Kehilangan pekerjaan masih bisa dicari, tetapi kehilangan kesempatan berharga sulit mendapatkannya kembali."

Rabu, 06 Maret 2013

Fokuslah Pada Kemajuan


(2 Korintus 12:9)

Salah satu penyebab orang sulit maju adalah ketakutan untuk mencoba. Kita kerap terfokus melihat kondisi diri kita dengan segala keterbatasan yang ada. Mentalitas seorang pemenang bukanlah seperti itu, baginya tidak ada keberhasilan yang instan. Adalah lebih penting untuk berani mencoba, karena di dalam mencoba, kita menemukan dan belajar membangun kesempatan untuk berhasil. Kecakapan, keahlian, dan kesempurnaan hanyalah masalah belajar, latihan, dan perulangan.

Sangat jarang ada individu yang langsung berhasil di dalam kesempatan pertamanya. Jadi berharap langsung sempurna di awal, adalah hal yang sangat sulit terpenuhi. Pesan ini juga berlaku bagi para pemimpin. Cara terbaik bagi pemimpin untuk melahirkan seorang calon pemimpin adalah dengan memberinya kesempatan memimpin. Seorang mentor yang baik tidak akan terlalu mempersoalkan ketika anak didiknya kerap membuat kesalahan di awal. Practice makes perfect, latihan akan menuntun kepada kesempurnaan. Di lingkungan keluarga, orang tua jangan menerapkan standar yang terlalu tinggi kepada anak-anak. Sah-sah saja bila kita memiliki impian yang tinggi bagi anak, namun jangan sampai anak mengalami stres dini akibat terus ditekan untuk segera menunjukkan hasil. Dalam pendampingan yang baik, biarkan anak bertumbuh secara natural. Di pelayanan, demi keberhasilan kaderisasi, gereja juga harus berani memberi kesempatan kepada orang-orang muda untuk tampil lebih banyak. Di saat kompleksitas pelayanan semakin tinggi dan ladang pelayanan semakin banyak, mustahil hanya mengandalkan para pelayan senior. Dalam segala keterbatasan pengalaman yang dimiliki sang pelayan muda, pembentukan karakter jadi lebih muda dilakukan. Pelayan senior cukup mengajarkan dasar-dasar pelayanan, selebihnya biarlah Roh Kudus yang bekerja, memperkaya sang pelayan muda lewat pengalaman pribadinya bersama Tuhan (2 Kor 12:9). Dalam masalah pertumbuhan gereja, Rick Warren, tokoh pertumbuhan gereja modern, berkata, "Jangan fokus kepada kesempurnaan, tetapi fokuslah kepada kemajuan dan perkembangan." Gereja kerap terjebak untuk terlibat kompetisi dengan gereja lain. Padahal setiap pelayanan pasti memiliki visi dan karakteristiknya masing-masing. Persoalan mulai muncul ketika rasa tidak puas mulai melanda, entah karena pertumbuhan jiwa yang lambat atau karena persoalan teknis lainnya. Bisa saja Tuhan bekerja di sisi yang lain, namun kita tidak melihatnya karena sudah terlanjur membandingkan diri dengan tempat lain.

Firman Tuhan dalam Kol 1:28 berkata, "Dialah yang kami beritakan, apabila tiap-tiap orang kami nasihati dan tiap-tiap orang kami ajari dalam segala hikmat, untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus." Tuhanlah yang menjadi sentral dari pelayanaan kita, bukan yang lain. Jemaat harus dibawa kepada kesempurnaan dalam Kristus, bukan untuk kesempurnaan dari program dari manusia.


"Kesempurnaan itu soal pembaruan cara berpikir, bertindak, meminimalisir kesalahan menuju yang diharapkan."

Senin, 04 Maret 2013

Perintah Tuhan VS Perintah Manusia


 VS 

Banyak orang Kristen bertanya, sampai sejauh mana kita harus menaati perintah manusia, seperti perintah orang tua, perintah pimpinan di tempat kerja ataupun perintah dari pemerintah? Apakah semua perintah mereka harus kita taati? Apakah perintah mereka yang bertentangan dengan firman Tuhan juga harus kita lakukan? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita bisa menyimak pernyataan Petrus dan Yohanes kepada Mahkamah Agama Yahudi yang menangkap mereka ketika memberitakan Kabar Baik. Petrus dan Yohanes berkata bahwa ketika mereka dihadapkan pada pilihan antara menaati perintah manusia atau menaati perintah Tuhan, maka mereka akan memilih untuk menaati perintah Tuhan (Kis 4:18-20). Mereka akan tetap memberitakan Kabar Baik kepada orang banyak, sebab itulah yang diperintahkan Tuhan Yesus kepada mereka. Di sini jelas bahwa Petrus menempatkan perintah manusia, dalam hal ini perintah para pemimpin agama Yahudi, di bawah perintah Tuhan. Dengan kata lain, mereka akan menaati perintah manusia sejauh itu tidak  bertentangan dengan perintah Tuhan. Tetapi, kalau perintah itu bertentangan dengan perintah Tuhan, maka mereka akan lebih memilih untuk menaati perintah Tuhan daripada menaati perintah manusia tersebut.

Demikianlah kita dalam menaati perintah manusia, baik perintah orang tua kita, perintah atasan kita, ataupun perintah pemerintah. Kita harus menaati mereka dalam segala hal, kecuali jika hal tersebut bertentangan dengan firman Tuhan. Jika orang tua kita memerintahkan kita untuk selalu mendoakan mereka ketika mereka telah meninggal, maka hal itu tidak perlu kita taati. Tetapi, jika mereka menyuruh kita untuk rajin bekerja, berbakti pada orang tua, maka kita harus menaatinya. Karena, Alkitab juga mengajarkan agar kita menaati orang tua kita. Jika pemerintah melarang kita untuk beribadah dan memberitakan Kabar Baik, maka hal itu tidak perlu kita taati. Tetapi, jika pemerintah membuat peraturan untuk membayar pajak, terlibat gotong royong, maka hal itu perlu kita taati, sebab Alkitab juga mengajarkan kita tunduk kepada pemerintah (Rom 13:1-7).

Marilah kita menaati perintah orang tua, pemerintah, dan sebagainya, sejauh perintah-perintah itu tidak bertentangan dengan perintah Tuhan..

OK....  ^_^*

Minggu, 03 Maret 2013

Ketika Aku Tidak Mengerti


(Yesaya 55:8)

Seorang pria mengalami depresi dan kesedihan yang luar biasa. Ia merasa kalau hidup ini seperti tidak adil baginya. Sejak kecil ia selalu diabaikan oleh teman-temannya dan tidak mampu bersaing dengan mereka. Ketika lulus SMA, ia mengambil keputusan untuki dan menikah dengan seorang wanita yang sungguh-sungguh mengasihinya. Ia mendapatkan seorang puteri dari wanita yang dinikahinya itu. Tetapi kemudian, istri orang yang sangat mengasihinya itu terus berjuang melawan kanker di rumah sakit. Setiap kali, Barbara, putrinya yang berumur 4 tahun bertanya kepadanya, "Ayah mengapa Ibu tidak seperti Ibu-Ibu yang lain? Kapan Ibu bisa sembuh dan keluar dari rumah sakit?" Mendengar hal itu, hatinya sedih dan hancur. Beberapa hari sebelum natal 1938, sang istri akhirnya meninggal dunia. melihat kesedihan yang luar biasa pada putrinya, ia pun mencoba untuk menghiburnya. Namun hal yang paling menyedihkan baginya adalah justru pada saat Natal yang indah itu, ia dan putrinya harus kehilangan istri dan ibu tercinta. Ditambah lagi, ia sudah tidak memiliki uang untuk memberikan kado Natal bagi putrinya.

Karena kasihnya begitu besar kepada putrinya, ia berencana untuk membuatkan buku cerita bagi putrinya sebagai kado Natal di tahun itu. Ia mengerti betul bagaimana sifat-sifat binatang, oleh sebab itu ia membuat buku cerita dengan menceritakan sifat binatang tersebut dalam bentuk dongeng. Buku cerita bagus yang ia tulis bagi putrinya, yang dia beri judul "Rudolph Rusa Berhidung merah" itu terdengar oleh General Manager dari Montgomery Ward. Orang itu menawarkan biaya yang begitu tinggi untuk membeli hak cetak buku tersebut dan mendistribusikannya kepada anak-anak yang mengunjungi Santa Claus di tokonya. Pada tahun 1946, Ward mencetak lebih dari enam juta copy. Pada tahun yang sama, sebuah penerbit besar ingin membeli hak dari Ward untuk mencetak versi terbaru dari buku itu. Namun, Ward mengembalikan semua hak kepada Robert L. May, sang penulis buku tersebut. Buku ini pun akhirnya menjadi buku yang best seller. Robert pun hidup bahagia bersama putrinya Barbara dan berlimpah harta benda.

Sering kali kita mengalami hal yang sama seperti Robert L. May. Hidup yang sepertinya tidak adil bagi kita, hari depan yang sepertinya suram. Sekeliling kita mungkin mengucilkan kita, dan kita pun melihat diri kita tidak mempunyai kelebihan yang bisa menjamin hidup kita di hari esok. Namun, firman Tuhan berkata bahwa    sejak semula Tuhan sudah mengenal kita, membentuk kita dengan baik adanya. Tuhan yang kita sembah tidak pernah merancangkan kecelakaan bagi kita yang percaya kepada-Nya. Justru sebaliknya, adalah menjadi kesukaanNya untuk memberkati kita dan memberikan kita hari depan yang penuh harapan. Namun, Tuhan ingin kita memandang Dia dan percaya pertolonganNya yang besar bagi kita. Amin..

 

Jumat, 01 Maret 2013

Carilah TUHAN!



Voltaire, seorang filsuf ateis, menjelang ajalnya tiba ia berkata kepada dokternya, "Aku akan memberikan Anda setengah dari hartaku jika Anda bisa memperpanjang hidupku enam bulan lagi." Hal senada dikatakan oleh Thomas Hobbes, filsuf ateis lainnya, "Kalau seluruh dunia ini milikku, aku akan memberikannya agar aku dapat hidup barang satu hari lagi." Tentu saja keinginan kedua filsuf tersebut tidak mungkin terwujud, sebab manusia tidak bisa memperpanjang usia hidupnya di dunia ini. Ketika tiba ajalnya, ia harus meninggalkan dunia ini. Bukan hanay itu, kelak ia harus mempertanggungjawabkan hidupnya di dunia ini kepada Tuhan..

Tuhan telah memberikan kesempatan kepada setiap manusia untuk hidup di dunia ini. Setiap kesempatan tersebut harus dipergunakan untuk hal-hal yang benar dan bermanfaat. Namun, sayangnya, sering kali kita tidak mempergunakan kesempatan yang ada untuk hal-hal yang benar dan bermanfaat. Kita hanya mempergunakannya untuk hal-hal yang negatif dan tidak bermanfaat. Banyak orang memakai waktunya hanya untuk hal-hal yang bersifat sementara, tanpa pernah memikirkan hal-hal yang berhubungan dengan hidupnya nanti setelah ia meninggalkan dunia ini. Padahal yang seharusnya kita lakukan dengan waktu yang Tuhan beri adalah mencari Dia dalam hidup kita. Alkitab berulangkali mengajarkan agar kita selalu mencari Tuhan selagi kita hidup di dunia yang fana ini.

Apa yang dimaksud dengan mencari Tuhan? Ada dua pengertian yang bisa diberikan di sini, yaitu:
1. Kita harus menemukan Tuhan yang bisa menyelamatkan jiwa kita.
Itu artinya kita harus percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita. Karena, hanya Dialah yang sanggup menyelamatkan kita dari hukuman akibat dosa-dosa kita. Ketika masa hidup kita di dunia ini telah berakhir, yang pertama dipersoalkan dari diri kita adalah apakah kita sudah percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita atau belum. Jika sudah, kita akan masuk ke dalam hidup yang kekal atau surga. jika tidak, kita akan masuk ke dalam penghukuman yang kekal atau neraka.

2. Kita harus menjalani hidup seturut kehendak Tuhan selama kita ada di dunia ini. Dalam hidup yang singkat ini, kita harus melakukan hal-hal yang benar serta hidup memuliakan Tuhan, tidak cukup hanya percaya kepada Tuhan Yesus. Kita tidak boleh percaya kepada Tuhan Yesus tetapi terus hidup di dalam dosa dan hidup dengan cara-cara duniawi. Kita harus menjalani cara hidup yang baru, yang sesuai dengan kebenaran firman Tuhan.

Oleh karena itu, selagi ada kesempatan, pergunakanlah itu untuk mencari Tuhan. Jika kita telah menemukan Tuhan dalam hidup ini, maka kelak ketika tiba waktunya bagi kita untuk meninggalkan dunia ini, kita tidak akan menyesal lagi. Sebab, kita telah mempergunakan kesempatan yang Dia beri untuk percaya kepada Yesus serta hidup seturut kehendak-Nya.

^_^*