Pernahkah Anda
mendengar perkataan, “Saya tidak mau berbuat jahat. Akan tetapi, bila ada orang
yang berbuat jahat kepada diri saya, saya bisa membalas dengan lebih jahat!”
Ide balas-membalas inilah yang menjadi tema sebagian besar film silat. Ide
balas-membalas ini pula yang melatarbelakangi tawuran antar pelajar dan tawuran
antar kampung yang marak terjadi di Indonesia belakangan ini.
Apa
kesan Anda ketika membaca kisah pembunuhan sadis terhadap Hemor dan Sikhem
serta para pria di kota mereka yang dilakukan oleh Simeon dan Lewi sebagai
pembalasan terhadap Sikhem yang telah memperkosa Dina, adik perempuan Simeon
dan Lewi. Apakah wajar bila kesalahan satu orang yaitu Sikhem harus dibayar
dengan pembunuhan terhadap seluruh penduduk kota?
Kemarahan
adalah emosi yang wajar muncul bila kita menyaksikan suatu kejahatan atau suatu
tindakan yang tidak semestinya dilakukan, bahkan tidaklah wajar bila kita tidak
ketika melihat kejahatan terjadi di depan mata kita. Akan tetapi, kemarahan
harus dikendalikan agar jangan sampai kemarahan kita membuat kita melakukan hal
yang lebih jahat atau membuat kita melakukan hal-hal yang tidak semestinya kita
lakukan. Kita tidak bisa membenarkan tindakan Simeon dan Lewi yang membalas
kejahatan Sikhem dengan tindakan yang lebih jahat. Di kemudian hari, saat Yakub
memberikan berkatnya kepada anak-anaknya menjelang ajalnya, Yakub pun juga
mencela pembunuhan yang dilakukan oleh Simeon dan Lewi tersebut (49:5-7).
Ingatlah
bahwa kemarahan bisa menjadi pintu masuk bagi Iblis untuk membuat kita berbuat
dosa. Oleh karena itu, kita harus segera menyelesaikan semua persoalan yang
membuat kita marah.
Efesus
4:26-27
“Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis..”
“Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis..”
^_^*
sumber : Renungan Gereja Kristus Yesus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar